- Home »
- fiqh realistis
Unknown
On Selasa, 04 Februari 2014
Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt untuk umat manusia
yang mempunyai tujuan utama mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik
berupa larangan maupun suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia (Ali, 2000: 41). Ketentuan-ketentuan itu selanjutnya
disebut dengan syari’ah (Islamic law)1, yang memuat 3 (tiga) hal, yaitu alaħkâm
al-i’tiqâdiyyah2, al-aħkâm al-wujdâniyyah3, dan al-aħkâm al-
‘amaliyyah4 (Khalil, tt: 9).
Tulisan ini membahas permasalahan seputar al-aħkâm al-‘amaliyyah,
yaitu hukum syari’ah yang berhubungan dengan amal perbuatan seorang
muslim.
Hasil pemahaman tentang al-aħkâm al-‘amaliyyah disusun secara
sistematis dalam kitab-kitab fikih dan disebut hukum fikih (Ali, 2000: 43).
Sebagai hukum yang diterapkan pada kasus tertentu dalam keadaan
konkret, hukum fikih mungkin berubah dari masa ke masa dan mungkin
juga berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ini sesuai dengan ketentuan
yang disebut dengan kaidah yang menyatakan bahwa perubahan tempatIslam saat ini, nama Yusuf al-Qaradhawi dikenal sebagai
salah seorang ulama` terkemuka yang telah banyak mencurahkan tenaga
dan pikirannya dalam mengetengahkan fikih dengan format yang
kontemporer. Buku ini mencoba membahas secara spesifik mengenai sisi
pemikiran fikih al-Qaradhawi dalam menyikapi realitas sosial kekinian.
Realitas yang dimaksud di sini adalah segala yang ada di sekitar
kehidupan manusia dan mempunyai pengaruh, baik pengaruh positif
maupun negatif (al-Qaradhawi, 1997: 292). Realitas juga bisa diartikan
sebagai segala sesuatu yang membentuk kehidupan manusia dalam segala
lini kehidupan (Bu’ud, 2000, 43).
Pergeseran zaman yang cepat dibarengi pula dengan pergeseran
budaya anak zamannya, sehingga hal-hal yang berlaku pada zaman
terdahulu pada masa sekarang cenderung berubah, ditinggalkan dan
dianggap sudah kadaluwarsa. Dengan demikian, hukum-hukum Islam yang
bersandarkan pada realitas sosial masa lalu juga mengalami pergeseran,
sehingga hal itu menuntut adanya hukum baru, fikih baru, dan ijtihad baru
yang bergerak seiring perjalanan sejarah kehidupan.
yang mempunyai tujuan utama mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik
berupa larangan maupun suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia (Ali, 2000: 41). Ketentuan-ketentuan itu selanjutnya
disebut dengan syari’ah (Islamic law)1, yang memuat 3 (tiga) hal, yaitu alaħkâm
al-i’tiqâdiyyah2, al-aħkâm al-wujdâniyyah3, dan al-aħkâm al-
‘amaliyyah4 (Khalil, tt: 9).
Tulisan ini membahas permasalahan seputar al-aħkâm al-‘amaliyyah,
yaitu hukum syari’ah yang berhubungan dengan amal perbuatan seorang
muslim.
Hasil pemahaman tentang al-aħkâm al-‘amaliyyah disusun secara
sistematis dalam kitab-kitab fikih dan disebut hukum fikih (Ali, 2000: 43).
Sebagai hukum yang diterapkan pada kasus tertentu dalam keadaan
konkret, hukum fikih mungkin berubah dari masa ke masa dan mungkin
juga berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ini sesuai dengan ketentuan
yang disebut dengan kaidah yang menyatakan bahwa perubahan tempatIslam saat ini, nama Yusuf al-Qaradhawi dikenal sebagai
salah seorang ulama` terkemuka yang telah banyak mencurahkan tenaga
dan pikirannya dalam mengetengahkan fikih dengan format yang
kontemporer. Buku ini mencoba membahas secara spesifik mengenai sisi
pemikiran fikih al-Qaradhawi dalam menyikapi realitas sosial kekinian.
Realitas yang dimaksud di sini adalah segala yang ada di sekitar
kehidupan manusia dan mempunyai pengaruh, baik pengaruh positif
maupun negatif (al-Qaradhawi, 1997: 292). Realitas juga bisa diartikan
sebagai segala sesuatu yang membentuk kehidupan manusia dalam segala
lini kehidupan (Bu’ud, 2000, 43).
Pergeseran zaman yang cepat dibarengi pula dengan pergeseran
budaya anak zamannya, sehingga hal-hal yang berlaku pada zaman
terdahulu pada masa sekarang cenderung berubah, ditinggalkan dan
dianggap sudah kadaluwarsa. Dengan demikian, hukum-hukum Islam yang
bersandarkan pada realitas sosial masa lalu juga mengalami pergeseran,
sehingga hal itu menuntut adanya hukum baru, fikih baru, dan ijtihad baru
yang bergerak seiring perjalanan sejarah kehidupan.
untuk membaca Lebih lajut Silahlan sedot gan